Allah, Ar-Raḥmān Ar-Raḥīm, tak pernah sedetik pun meninggalkan hamba-Nya. Dalam kondisi yang semakin gelap dengan kesulitan yang semakin menghimpit, sudah sepantasnya kita hanya menyandarkan harapan semata kepada Allah. Kita sering kali patah hati karena menyandarkan harapan pada manusia. Bagaimana bisa kita berharap di luar kapasitas seorang makhluk? Tentu yang kita dapatkan hanyalah luka dan kecewa.
Oleh: Ummu Zhafira (Ibu Pembelajar)
POROSNARASI.COM-Dunia semakin gelap. Kita sering kali terlena, tak menyadari bahwa jalan kita telah jauh dari arah yang semestinya. Maka, sudah seharusnya kita perlu lentera, yang dengannya kita bisa tetap terang di dunia yang semakin gelap dan tenang di dunia yang juga semakin berisik. Lentera itu tak mungkin bisa kita dapatkan kecuali kita mau kembali pulang, dengan menghadirkan Allah di setiap hela napas kita, di setiap kesulitan yang menyapa, dan di setiap nikmat yang dititipkan-Nya.
Kesadaran seperti ini bisa kita upayakan dengan menghadirkan sikap khauf dan raja’ pada diri kita. Apa itu khauf? Khauf berasal dari bahasa Arab yang artinya takut atau khawatir. Takut dimaknai sebagai takut akan siksa Allah Swt., sehingga kita takut untuk berbuat kemaksiatan, bahkan khawatir tidak dapat mengabdi dengan sempurna kepada-Nya. Maka, seorang yang beriman akan berhati-hati dalam setiap amal.
Nah, sayangnya rasa khauf seperti ini tidak akan bisa kita hadirkan tanpa benar-benar mengenal Allah. Kita meyakini Allah itu Al-Khāliq Al-Mudabbir, Dialah Pencipta sekaligus Pengatur. Allah Swt. berfirman dalam QS. Az-Zumar ayat 62: “Allāh adalah Pencipta segala sesuatu, dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu.”
Kita kadang sudah memahami itu, tetapi kita sering lupa ketika disibukkan dengan berbagai rutinitas keseharian. Maka, di tengah kesibukan yang sering membuat kita kewalahan itu, cobalah kita sempatkan untuk memelihara kesadaran bahwa Allah itu ada, selalu hadir dalam kehidupan kita. Bahkan, tidak hanya hadir, melainkan dekat dengan kita, sangat dekat.
Salah satu cara menjaga kesadaran itu adalah dengan mengingat Allah di setiap kesempatan. Hadirlah dengan penuh pada setiap momen yang sedang kita jalani. Saking cepatnya dunia hari ini, kita kadang bergerak cepat tanpa ada rasa sadar di sana. Apalagi memang hari ini kita dituntut serba cepat. Cobalah untuk bergerak pelan-pelan, sadari bahwa di setiap aliran air di wastafel saat kita mencuci piring itu ada Allah bersama kita. Ya, air yang mengalir membasahi piring-piring kotor di rumah kita itu atas izin Allah, rezeki dari Allah.
Sesekali sempatkan pula merasakan napas kita, rasakan oksigen itu mengalir keluar masuk ke dada kita. Sadarilah, itu tanda Allah Maha Menciptakan, Maha Mengatur. Perhatikanlah makhluk-makhluk Allah, ciptaan-Nya: awan yang bergerak, tumbuhan dengan segala keindahannya, silih bergantinya siang dan malam, dan seterusnya. Kita pasti akan dapati bahwa Allah itu sedekat itu dengan kita.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang bermanfaat bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi sesudah mati (kering), dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh terdapat tanda-tanda bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al-Baqarah : 164)
Selain itu, kita juga harus memahami bahwa Allah itu Maha Mengawasi. Allah dekat dengan kita, Allah juga mengawasi kita bahkan setiap saat. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah ayat 255: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). Tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka. Dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun dari ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Ketika kita memelihara kesadaran itu, maka kita akan senantiasa takut kepada Allah, takut kalau amal kita tak cukup untuk bisa ditukar dengan rida-Nya. Maka, dengan kesadaran seperti ini kita akan senantiasa bersegera dalam ketaatan. Kita tak lagi menunda karena tahu bahwa kesempatan kita sewaktu-waktu bisa habis. Allah selalu mengawasi kita dalam keadaan ramai maupun sunyi, sehingga kita akan menjaga diri betul-betul untuk tidak maksiat.
Agar kita tak berputus asa, sikap khauf ini harus kita imbangi dengan sikap raja’ kepada Allah. Raja’ juga berasal dari bahasa Arab yang artinya harap. Kita semestinya selalu memiliki harapan besar akan rahmat Allah. Saat kita sudah melakukan banyak maksiat, kita harus sadar bahwa Allah itu Maha Pengampun. Allah itu luas ampunan-Nya. Maka, ketika kita sadar sudah banyak lalainya, banyak salahnya, segeralah kita bertobat kepada Allah dengan sebaik-baiknya tobat.
Allah, Ar-Raḥmān Ar-Raḥīm, tak pernah sedetik pun meninggalkan hamba-Nya. Dalam kondisi yang semakin gelap dengan kesulitan yang semakin menghimpit, sudah sepantasnya kita hanya menyandarkan harapan semata kepada Allah. Kita sering kali patah hati karena menyandarkan harapan pada manusia. Bagaimana bisa kita berharap di luar kapasitas seorang makhluk? Tentu yang kita dapatkan hanyalah luka dan kecewa.
Namun berbeda ketika kita hanya mengharapkan pada Rabb kita, Raja dari segala raja, Penguasa alam semesta. Dialah Zat yang tak pernah ingkar janji. Maka, cukuplah Allah bagi kita. Janji-Nya pasti lebih kuat ketimbang rasa khawatir dan takut kita tentang masa depan yang belum terjadi. Dia adalah sebaik-baik pemelihara urusan kita. Dia sudah mengatur sedemikian indah setiap takdir hidup bagi kita.
Tinggal kita saja, mau atau tidak menyelaraskan antara harapan keadaan yang baik di kehidupan dunia dan akhirat dengan amal yang mesti kita upayakan. Tak ada lagi yang bisa kita harapkan dalam kondisi seperti ini selain kepada Allah. Wahai diri, kembalilah kepada-Nya. Ingatlah Dia pada pagi dan petang. Basahilah lisan kita dengan zikir kepada-Nya. Kita upayakan lagi untuk meningkatkan kedekatan kita kepada-Nya dengan ketaatan, menyegerakan yang wajib, menyempurnakan yang sunah, dan meminimalisasi yang mubah.
Dekatlah kita dengan Al-Qur’an. Bangun hubungan baik dengannya dengan rutin membacanya, mentadaburinya, dan sungguh-sungguh mengamalkannya. Bangun lebih kuat koneksi kita dengan Allah dengan menemuinya di waktu-waktu mustajab, khususnya di sepertiga malam terakhir. Allah akan mengalirkan ketenangan itu. Allah akan menuntun kita untuk bisa menghadapi dunia yang semakin tak bersahabat.
وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا ٢ وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا ٣
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar.
Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”[]
Illustration by Google
__________________

COMMENTS