Gen Z Lawan Korupsi: Dari Nepal ke Indonesia, Saatnya Bangkit!

HomePoros Opini

Gen Z Lawan Korupsi: Dari Nepal ke Indonesia, Saatnya Bangkit!

Protes besar seperti di Nepal menunjukkan bahwa pemicu kecil bisa memantik ledakan emosi ketika akar masalah tidak pernah diselesaikan. Di Indonesia, jika kasus-kasus korupsi di level desa terus dibiarkan, maka akumulasi rasa tidak adil itu akan menumbuhkan generasi yang reaktif atau justru apatis.

Zionis Makin Brutal, Persatuan Umat Solusi Hakiki
Di Balik Angka, Ada Luka: Menelisik Akar Kasus Pelecehan Seksual dalam Bayang Gaya Hidup Liberal dan Kapitalisme
Raya dan Potret Buram Kapitalisme: Saat Kesehatan Disulap Jadi Komoditas

Oleh: Eli Ermawati (Pembelajar)

POROSNARASI.COM – Nepal mendadak jadi sorotan dunia. Ribuan pemuda, mayoritas dari generasi Z, turun ke jalan setelah pemerintah memblokir 26 media sosial populer seperti Facebook, X, YouTube, hingga WhatsApp. Alasan resmi karena platform itu belum mendaftar sesuai aturan lokal dan dianggap membiarkan akun palsu serta ujaran kebencian. Namun, gelombang protes cepat meluas ke isu yang lebih dalam yakni korupsi, ketimpangan ekonomi, dan kebijakan yang mengekang kebebasan berekspresi. Bentrokan pun pecah, menewaskan sedikitnya 19 orang dan melukai ratusan lainnya, hingga menuai kecaman internasional (Al Jazeera, 9/9/2025).

Protes Pemuda dari Nepal hingga Bekasi

Protes itu menyebar dari Kathmandu ke berbagai kota besar, sementara pemerintah sempat memberlakukan pembatasan ketat yang kemudian dicabut setelah tekanan publik. Namun, isu korupsi yang diprotes bukan hanya soal elit pusat, ia juga muncul di level lokal dan desa. Menariknya, perlawanan ini dipelopori pemuda. Mereka memanfaatkan jaringan komunitas, kampus, dan ruang-ruang diskusi alternatif untuk menyuarakan kegelisahan. Fakta bahwa generasi muda berani menantang rezim menunjukkan betapa besar ketidakpuasan mereka terhadap sistem yang ada.

Hal ini mirip dengan Indonesia. Baru-baru ini, Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi menahan empat orang terkait dugaan korupsi dana desa Sumberjaya tahun anggaran 2024. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp2,6 miliar. Dana yang seharusnya untuk pembangunan justru dipakai untuk kepentingan pribadi, bahkan sebagian untuk judi online, menurut keterangan penyidik (Bekasi24Jam, 11/9/2025).

Masalah korupsi bukan sekadar kasus individual, ia menumpuk menjadi krisis kepercayaan publik. Transparency International 2024 menempatkan Indonesia di peringkat 115 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi (CPI), lebih buruk dibanding Nepal yang ada di posisi 108. Fakta ini menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi penyakit serius di kawasan Asia Selatan hingga Asia Tenggara. Dari ibu kota hingga desa, masyarakat kian merasakan sistem yang rusak.

Menyorot kasus Bekasi menajamkan argumen bahwa korupsi bukan hanya isu elit nasional, tapi juga nyata di level terdekat masyarakat. Dana desa yang semestinya membangun jalan, posyandu, atau sekolah malah dikorupsi. Dampaknya jelas: infrastruktur tertunda, layanan publik menurun, dan peluang ekonomi lokal menyempit. Pemuda khususnya Gen Z yang sedang mencari pekerjaan atau membangun usaha akan langsung merasakan efeknya.

Protes besar seperti di Nepal menunjukkan bahwa pemicu kecil bisa memantik ledakan emosi ketika akar masalah tidak pernah diselesaikan. Di Indonesia, jika kasus-kasus korupsi di level desa terus dibiarkan, maka akumulasi rasa tidak adil itu akan menumbuhkan generasi yang reaktif atau justru apatis.

Kapitalisme Akar Masalah, Islam Solusi Hakiki

Fenomena di Nepal dan Indonesia menunjukkan satu benang merah yaitu korupsi marak karena sistem kehidupan yang dipakai adalah kapitalisme. Secara umum, kapitalisme adalah sistem yang menjadikan keuntungan materi sebagai tujuan utama dan memberi kebebasan seluas-luasnya pada individu untuk meraihnya. Akibatnya, lahirlah praktik korupsi, kolusi, dan eksploitasi karena kepentingan segelintir orang lebih diutamakan daripada kemaslahatan rakyat.

Dalam politik kapitalis, uang dan kekuasaan saling melanggengkan. Politik uang dalam pemilu, lobi-lobi bisnis, hingga liberalisasi sumber daya alam menjadi pintu terbuka bagi korupsi. Inilah sebabnya, meski berganti rezim, wajah masalah tetap sama. Jadi, problem ini bukan lokal atau nasional semata, melainkan global.

Islam menawarkan solusi berbeda. Dalam Islam, korupsi diberantas tuntas karena syariat tegas melarang suap, gratifikasi, dan penyelewengan harta rakyat. Pemimpin dipandang sebagai amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Bahkan, pemimpin yang korup berhak mendapat hukuman yang membuat jera baik bagi dirinya maupun masyarakat agar tidak mengulangi perbuatan serupa. Sementara itu, ekonomi dan sumber daya alam wajib dikelola negara demi kemaslahatan umum, bukan untuk oligarki.

Islam juga menempatkan pemuda pada posisi mulia. Rasulullah Saw. bersabda: “Tujuh golongan yang mendapat naungan Allah pada hari tiada naungan selain naungan-Nya, salah satunya adalah pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Artinya, pemuda bukan hanya agen perubahan, melainkan penjaga amanah peradaban.

Waktunya Gen Z Bangkit

Gen Z bersuara itu keren, dan fakta di Nepal membuktikan keberanian itu bisa menggerakkan dunia. Namun, kita juga harus jujur bahwa pemimpin yang korup bukan hanya ada di Indonesia, tapi di banyak tempat, termasuk Nepal. Ini adalah persoalan sistem, bukan sekadar individu.

Artinya, Gen Z di Indonesia, Nepal, dan belahan dunia lain punya tantangan yang sama yaitu melawan sistem rusak yang melahirkan kehidupan rusak. Sejarah pun mencatat, kebangkitan besar Islam di masa lalu tidak lepas dari peran pemuda yang berani mengorbankan energi, waktu, bahkan nyawa demi kebenaran.

Jika energi Gen Z saat ini diarahkan bukan sekadar untuk protes sesaat, tapi untuk memperjuangkan sistem Islam yang menyeluruh, maka kebangkitan global bisa terwujud. Inilah jalan agar pemuda tak hanya menjadi generasi protes, melainkan generasi pelopor peradaban.[]

Illustration by Google

__________________

Disclaimer: POROSNARASI.COM adalah wadah untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua penulis bertanggung jawab penuh atas isi dari tulisan yang dibuat dan dipublished di POROSNARASI.COM. Penulis dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum Syara’ dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: