Rumah Tangga yang Diridhai Allah: Menahan Amarah, Menumbuhkan Cinta

HomePoros Opini

Rumah Tangga yang Diridhai Allah: Menahan Amarah, Menumbuhkan Cinta

Rumah tangga yang kokoh tidak berarti tanpa masalah. Perbedaan dan perselisihan pasti ada, namun jika pasangan muslim mampu mengendalikan amarah dan menempatkan diri sesuai tuntunan Islam, maka konflik akan menjadi sarana untuk semakin memperkuat cinta dan iman.

Tak Punya Malu, Ketika Shopee menjadi Pemungut Pajak
Generasi Emas Hanyalah Mimpi di Era Kapitalisme
Bekasi Kota Satelit Yang Problematik

Oleh : Eli Ermawati (Ibu Pembelajar)

POROSNARASI.COM – Rumah tangga merupakan salah satu nikmat besar yang Allah anugerahkan kepada manusia. Dalam ikatan pernikahan, seorang laki-laki dan perempuan dipersatukan bukan sekadar untuk memenuhi kebutuhan lahiriah, tetapi lebih dari itu, untuk bersama-sama menempuh jalan menuju keridhaan Allah. Namun, realita yang kita saksikan hari ini jauh dari gambaran tersebut. Banyak pasangan suami-istri yang gagal membina rumah tangga dalam bingkai Islam, sehingga ketika muncul masalah dan amarah, mereka meluapkannya dengan emosi yang tak terkendali.

Fenomena ini terlihat jelas dalam banyak kasus perceraian yang meningkat setiap tahunnya. Data BPS menunjukkan jumlah kasus perceraian pada tahun 2024 mencapai 399.921 kasus, berdasarkan catatan Kementerian Agama dan Mahkamah Agung yang diperbarui pada Februari 2025. Sebagian besar berawal dari persoalan ekonomi, komunikasi, hingga hal-hal sepele yang seharusnya bisa diselesaikan dengan kepala dingin. Lebih menyedihkan lagi, kita juga mendengar berita tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), bahkan sampai pada tindak kriminal berupa pembunuhan. Semua itu terjadi di tengah masyarakat Muslim yang seharusnya menjadikan Islam sebagai pedoman hidup.

Hilangnya Ruh Islam dalam Rumah Tangga

Pertanyaannya, mengapa pasangan muslim yang berawal dari akad suci bisa sampai terjebak dalam pertengkaran dan kekerasan? Jawaban utamanya adalah karena hilangnya ruh Islam dalam membangun rumah tangga. Banyak pasangan menikah hanya karena faktor duniawi: cinta, materi, atau sekadar tekanan sosial. Mereka lupa bahwa pernikahan sejatinya adalah ibadah, sarana untuk mendekat kepada Allah, dan ladang untuk meraih pahala.

Dalam Islam, rumah tangga bukan sekadar “hidup bersama” antara dua insan. Ada aturan yang jelas terkait hak dan kewajiban suami-istri, serta adab dalam menghadapi perbedaan. Ketika pemahaman ini tidak ada, maka rumah tangga berjalan tanpa arah. Suami merasa bebas melampiaskan emosinya, istri membalas dengan perlawanan ego, dan akhirnya konflik tak terhindarkan.

Lebih parah lagi, gaya hidup Barat yang menekankan kebebasan individu turut memengaruhi banyak keluarga muslim. Konsep kesetaraan gender yangl dipahami secara salah, individualisme, dan egoisme membuat masing-masing pasangan lebih mengedepankan hak daripada kewajiban. Padahal dalam Islam, keharmonisan justru lahir dari kesadaran menjalankan kewajiban, bukan menuntut hak semata.

Islam Mengajarkan Menahan Amarah

Islam adalah agama yang sangat memperhatikan akhlak, termasuk dalam mengendalikan amarah. Rasulullah Saw. bersabda: “Bukanlah orang kuat itu yang menang dalam bergulat, melainkan orang kuat adalah yang mampu menahan amarahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa kekuatan sejati bukan pada fisik, tetapi pada kemampuan mengendalikan diri saat marah.

Dalam konteks rumah tangga, kemampuan menahan amarah sangat menentukan kelanggengan hubungan. Suami sebagai pemimpin keluarga dituntut untuk bersikap sabar, lemah lembut, dan penuh kasih sayang kepada istrinya. Rasulullah. adalah teladan terbaik, beliau bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi). Bahkan ketika ada perbedaan dengan istri-istrinya, Rasulullah Saw. menyelesaikannya dengan bijaksana, tanpa kekerasan apalagi celaan.

Contoh nyata bisa kita lihat dari kisah Abu Darda’ ra. yang menasihati istrinya dengan kalimat penuh hikmah: “Jika engkau melihatku marah, maka tenangkanlah aku. Dan jika aku melihatmu marah, maka aku pun akan menenangkanmu. Jangan sampai kita marah di waktu yang sama, karena kalau itu terjadi, siapa yang akan mendamaikan kita?” Ungkapan sederhana ini menunjukkan betapa pentingnya sikap saling mengalah dan menjaga keridhaan ketika amarah muncul. Dengan cara seperti itu, rumah tangga tidak dibiarkan dikendalikan oleh emosi, tetapi diarahkan kepada ketenangan yang diridhai Allah.

Membina Rumah Tangga dengan Islam

Agar rumah tangga tidak hancur oleh amarah, pasangan muslim harus kembali kepada tuntunan Islam secara kaffah. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan:
Pertama, meluruskan niat pernikahan. Seorang muslim harus menyadari bahwa pernikahan bukan sekadar untuk kebahagiaan dunia, melainkan ibadah untuk meraih ridha Allah. Dengan niat ini, setiap konflik akan dipandang sebagai ujian yang harus dihadapi dengan kesabaran, bukan dengan ego.

Kedua, memahami hak dan kewajiban masing-masing. Suami wajib menafkahi, melindungi, dan memperlakukan istri dengan penuh kasih sayang. Istri wajib menaati suami dan menjaga kehormatan rumah tangga. Jika masing-masing menjalankan kewajiban dengan ikhlas, maka kehidupan rumah tangga akan harmonis.

Ketiga, membangun komunikasi islami. Rasulullah ﷺ selalu berkomunikasi dengan lembut kepada keluarganya. Pasangan muslim harus belajar untuk berdialog dengan tenang, saling mendengarkan, dan mencari solusi bersama, bukan saling menyalahkan.

Keempat, menjadikan Al-Qur’an dan sunnah sebagai pedoman utama. Segala persoalan dalam rumah tangga seharusnya dikembalikan kepada syariat, bukan kepada hawa nafsu atau budaya asing. Allah berfirman: “Dan janganlah kamu lupa berbuat kebaikan di antara kamu.” (QS. Al-Baqarah: 237). Ayat ini mengajarkan bahwa bahkan dalam kondisi marah sekalipun, seorang muslim tetap harus menebar kebaikan.

Rumah tangga yang kokoh tidak berarti tanpa masalah. Perbedaan dan perselisihan pasti ada, namun jika pasangan muslim mampu mengendalikan amarah dan menempatkan diri sesuai tuntunan Islam, maka konflik akan menjadi sarana untuk semakin memperkuat cinta dan iman.

Sudah saatnya umat Islam kembali menyadari bahwa membina rumah tangga hanya karena Allah adalah kunci kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan bimbingan syariat-Nya, amarah dapat diredam dalam keridhaan, sehingga rumah tangga terjaga sakinah, mawaddah, warahmah.[]

Illustration by Google

__________________

Disclaimer: POROSNARASI.COM adalah wadah untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua penulis bertanggung jawab penuh atas isi dari tulisan yang dibuat dan dipublished di POROSNARASI.COM. Penulis dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum Syara’ dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: